Sabtu, 13 Januari 2018

Lelaki Pengagum Langit Dan Pohon Mimpi

Aku adalah seorang anak dari sepasang kekasih yang ada di dalam diorama asmara yang tak sengaja bertemu di hutan belantara.

Sedikit kisah tentang mereka. Ayahku adalah seorang laki-laki yang dulu bertubuh kekar karena dia bekerja sebagai kuli panggul batu di puncak gunung berapi yang sedang lelap dalam tidurnya. Kini dia hanyalah seorang lelaki tua yang kurus kerontang karena penyakit yang telah menjangkitnya sejak sepuluh tahun terakhir ini. Sedangkan ibuku dulu adalah kembang desa, wajahnya cantik bahkan sampai sekarang. Banyak saudagar-saudagar kaya yang ingin meminangnya, tapi semua di tolak.

Aku tak tahu apa yang menjadikan ibuku dulu begitu sombong pada lelaki yang mau meminangnya. Pikirku dia mungkin pilih-pilih  lelaki yang cocok untuknya, karena dia cantik dan dia harus punya pasangan yang tampan untuknya. Tapi yang aku lihat, ayahku bukan termasuk laki-laki yang tampan apalagi kaya raya. Orang bilang wajahku mirip ayahku, jadi aku yakin bahwa ayahku bukanlah lelaki yang tampan dan begitu menarik apalagi bisa mencuri hati seorang wanita cantik seperti ibuku. Tak tahulah, memang benar kata tuhan. Hanya takdir yang akan bisa menentukan sebuah nasib manusia.

Mereka bertemu ketika ibuku mendaki gunung untuk menghibur diri. Ibuku terpeleset dan jatuh di sebuah jurang yang tak begitu curam tapi begitu menakutkan dan menyakitkan untuk seorang wanita seperti dia. Ayahku menolong ibuku dan membawanya ke puskesmas dekat rumahku. Berbekal uang 10 ribu hasil upah mengumpulkan batu Andesit di rumah pengepul kala itu. Kalau sekarang uang itu hanya cukup untuk beli sebungkus nasi di sebuah warteg. Ayahku menunggu ibuku yang kala itu belum sadarkan diri. Bukan karena ayahku tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan wanita yang menjadi pujaan para saudagar kaya itu, tapi ayahku tidak tahu mau menghubungi siapa waktu itu dan tak mungkin dia meninggalkan wanita cantik itu sendiri dan membayar semua biaya perawatannya sendiri. Ayahku berpikir, ibuku tak mungkin menyiapkan uang untuk perawatan karena ibuku ke gunung bukan berniat untuk jatuh ke jurang dan membayar pengobatannya.

Begitulah awal mereka bertemu dan jalinan kasih yang seperti sinetron itu melibatkan kedua orang tuaku sendiri sedikit demi sedikit tumbuh subur. Akhirnya mereka menikah dan lahirlah aku. Bagiku, itu seperti cerita sepele dan tak mungkin akan bisa menumbuhkan beneih-benih cinta, apalagi ibuku sudah menolak banyak lelaki-lelaki yang telah meminangnya dan sekarang jatuh hati pada seorang lelaki yang tak begitu tampan dan juga punya banyak harta. Yah begitulah namanya takdir. Semua akan terasa mudah kalau memang berjodoh.

Itulah kenapa Aku senang sekali pergi ke atas gunung dan merebahkan badanku di atas rumput sambil melihat awan-awan yang menari-nari di atas angin. Aku sering datang di tempat ini, di atas rumput yang hijau di bawah pohon yang tegak berdiri sendiri ini. Aku selalu terlelap selapas melihat awan-awan itu. Pernah sekali, aku tertidur di bawah pohon ini sampai langit mulai gelap. Dan tak ada siapa-siapa di sana selain aku, kumpulan rumput-rumput kecil, sebatang pohon dan bulan yang di temani bintang-bintang yang bertebaran di langit gelap. Terasa nyaman melihat lukisan tuhan di langit malam itu dan begitu mengerikan buatku karena aku harus pulang saat itu juga dari hutan yang gelap. Hanya sinar dari bulan dan bintang sebagai penerangku malam itu. Aku tak akan melakukannya lagi sejak saat itu, meskipun aku juga tak melupakan keajaiban malam itu. Untuk tidak terlelap sampai malam.

Ada alasan lain kenapa aku suka memandangi langit dan terlelap di atas gunung itu. Wanita dalam mimpiku itu salah satu alasan utamaku, sebenarnya. Wanita yang selalu datang padaku ketika aku terlelap dalam tidurku. Dia sering menemaniku. Dia bercerita banyak hal padaku, tentang apa yang dia suka dan tidak dia sukai. Begitupun denganku. Dia wanita yang sangat cantik, bahkan lebih cantik ketimbang ibuku. Senyumnya yang selalu membuat hatiku tertawan dan seakan mataku membeku sehingga sulit untuk memalingkannya.

Namanya Angel. Dilihat dari wajah dan tubuhnya, dia wanita yang berumur sekitar 3 tahun lebih tua dariku, tapi aku tak mempedulikannya. Lagian dia hanyalah wanita dalam mimpi dan aku mengaguminya. Aku tak tahu dari mana asalnya dan aku tak mau mengetahuinya. Yang aku tahu, aku sangat mencintainya.

"Kamu selalu ceria ketika aku datang, apa kamu menyukaiku?" Tanya Angel secara langsung yang membuat tubuhku mati rasa seketika ketika dia muncul dari balik pohon ini.Bukan karena kehadirannya yang secara tiba-tiba, tapi kata yang dia ucap.

"Emm.. begitulah.." jawabku terbata-bata dengan senyum bercampur dengan keringat yang tiba-tiba bercucuran di keningku karena aku tak mempersiapkan jawaban untuk pertanyaannya.

"Emmm, kamu suka aku ya?" Katanya menggodaku dengan senyumannya yang selalu terlihat menawan seakan-akan menepuk-nepuk hatiku.

"Aduh jangan gitu dong, aku hanya senang kamu datang. Eh aku tadi lihat awan yang begitu bagus, seperti sepasang burung yang sedang terbang" aku mengalihkan pembicaraan agar aku tak terlarut dalam kata-katanya yang sangat sensitif itu. Bagiku.

"Oh iya? Sama kaya kita ya, sepasang kekasih yang bertemu dalam mimpi". Godaannya semakin parah dan aku tak bisa berkutik saat itu juga.

"Kekasih?" Tanyaku dengan sedikit meyakinkan bahwa aku tidah salah mendengarkan.

"Iya, kekasih. Kenapa? Kamu tak suka aku bilang seperti itu?" Tanyanya yang aku pikir dia serius dengan perkataannya.

"Bukan begitu, tapi aku... emm". Aku benar-benar mati kutu dan tak bisa berkata apa-apa padanya.

"Yaudah deh, teman. Duh ngeselin deh kamu", katanya dengan sedikit jengkel terlihat dari raut wajahnya. Setelah itu, dia memalingkan wajahnya ke atas langit.

"Eh lihat deh, awan itu kaya kepala monyet ya. Seperti kamu, lucu", tangannya menunjuk ke langit dengan senyumnya yang tak pernah berhenti di wajahnya.

"Iya". Jujur saja, aku tak melihat awan yang dia tunjukkannya padaku. Yang aku lihat hanyalah senyuman itu.

"Angel, aku benar-benar mencintaimu. Aku senang ketika kamu mengatakan bahwa kita adalah sepasang kekasih. Itu adalah kata-kata yang sangat aku inginkan keluar dari mulutmu. Tapi Angel, meskipun kita saling cinta. Kamu hanyalah ilusi dalam mimpiku yang selalu keluar dari pohon ini, aku tak mungkin memilikimu. Itu mustahil. Sungguh menyakitkan, kalau aku mencintai sebuah khayalan. Aku benci sebuah kenyataan. Aku ingin menjadi sebuah ilusi sepertimu, agar aku bisa memilikimu."

"Pohon, jangan kamu hilang. Aku yakin kamu adalah pelaku dari kehadiran sosok Angel dalam hidupku. Jika kamu mati, aku tahu Angel juga akan pergi".


By. Saimo Am-Mattobi'i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar