Kamis, 11 Januari 2018

Gitar Tua Dan Kakek Yang Lumpuh

Overture
Aku yakin bahwa sebuah kekuatan yang besar telah membawaku ke tempat seperti ini. Ke dunia yang kakek buyutku bilang itu adalah "Dunia Ratapan". Aku akan larut dalam kesedihan jika aku berada di sana.

Story
Malam itu sekitar pukul 11.50 tepat, aku menulis sebuah cerita pendek yang biasanya aku melakukannya tiap malam ketika aku terjaga dari tidurku. Kalau tidak, biasanya aku bermain gitar dan bernyanyi semalaman bahkan terkadang aku melakukannya hingga matahari mengintip dari balik jendela kamarku. Aku senang melakukannya, karena menulis dan bermain gitar adalah hobiku dan hal yang sangat aku cintai.

"Teng teng teng...." tepat pukul 12.00. Tapi bersamaan dengan bunyi dentang jam itu berbunyi, aku merasakan bahwa malam ini benar-benar berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Udara di sekitarku terasa sangat kencang tapi sangat hangat.

"Kak Ros, kakak matiin ya AC'nya?" Tanyaku pada kakakku yang kebetulan hanya kami berdua yang tinggal di rumah peninggalan almarhum kedua orang tua kami.

Karena tak ada tanggapan dari kakakku yang memang aku pikir tak mungkin kakakku mendengar perkataanku, aku pergi ke kamarnya. Benar saja, aku dapati dia sudah tidur pulas di atas tempat tidurnya setelah aku membuka pintu kamarnya. Tapi bukan itu masalahnya. Karena aku merasa udara di dalam rumah terasa panas atau hangat lebih tepatnya. Aku kira AC di ruang tengah yang bersampingan dengan kamarku itu mati. Tapi yang aku dapatkan adalah, AC itu tetap menyala. Hal yang membuatku curiga adalah meskipun AC menyala, tak ada sensasi dingin dari udara yang keluar dari bilik pintu AC tersebut. Aku mencoba untuk mencari remote AC untuk menaikkan volume level AC tersebut.

"Wuuuiiissshhh" suara aneh terdengar dari kamarku. Rasa penasaranku dengan suara itu membuatku lupa bahwa ada hal yang harus aku lakukan. Mencari remote AC. Setapak demi setapak aku langkahkan dengan sangat pelan. Pikirku mungkin ada seseorang masuk kamarku untuk mencuri sesuatu di sana.

Aku mulai mengintip dari balik tembok di samping pintu kamarku. Tak satupun aku menemukan sosok seorang atau mungkin hewan seperti kucing atau apalah di sana. "Sukurlah" dalam hatiku dengan menghela nafas panjang untuk menghilangkan rasa tegang yang membuat jantungku berdetak tak karuan.

Saat semua kembali normal dan aku merasa tak ada apapun, aku langkahkan kakiku menuju kamarku. Sayangnya, langkah pertama yang aku lakukan itu adalah langkah untuk sebuah perjalananku menuju dunia yang tak pernah kusangka akan terjadi padaku. Sebuah ruang aneh yang sebelumnya adalah kamarku yang aku tinggal beberapa menit lalu dan sempat masih aku lihat beberapa detik lalu telah terpampang di depan kepala mataku sendiri.

Dunia Ratapan

Tak kusangka, sebuah cerita dongeng dari kakek buyutku dulu yang aku anggap hanyalah cerita sebelum tidur yang hanya akan membuatku mimpi buruk sekarang telah menjadi sebuah kisah nyata yang melibatkan aku dalam cerita itu.

Aku membuka mataku lebar-lebar seakan tak percaya aku mengalaminya. Aku melihat seorang kakek yang duduk di atas kursi ayun tepat di sampingku berdiri. Ada sebuah almari yang tertutup rapat di dekat jendela, di sampingnya, ada sebuah gitar tua yang seperti sudah lama tak terpakai karena banyak jaring laba-laba yang menempel pada senar gitar itu. Selain itu banyak kertas-kertas berceceran di mana-mana. Aku mendekati kakek tua itu. Sekarang aku merendahkan badanku berada tepat di depannya. Aku hanya melihat mata kakek itu tak lepas dari kaca jendela yang ada di samping almari dan di depan kasur yang sudah kumuh itu. Dia terus memandang jendela itu dan menganggap seakan-akan aku tak ada di depannya. Matanya terus memandang jendela itu dan bibirnya komat-kamit seperti mengatakan sesuatu. Aku mencoba mendengarkan dengan teliti apa yang dia katakan.

"Kapan kamu datang kak?" Kata itu yang terus diucap secara berulang.

Aku mencoba memahami apa yang dia maksudkan dengan mengatakan kata-kata itu terus menerus. Semakin aku memikirkan kata-kata itu, aku semakin bingung. Yang terbesit dalam pikiranku adalah "mungkin dia sedang menunggu kakaknya yang sedang pergi untuk mencari bahan masak untuknya malam ini". Aku mencoba bertanya pada kakek tua itu, "apakah kakakmu pergi ke pasar untuk membelikanmu makanan?". Kakek tua itu hanya menggeleng dan terus mengatakan kata-kata yang sama.

"Apakah kakakmu sudah tak mau mengunjungimu lagi" tanyaku mencoba memancingnya untuk memberi jawaban. Paling tidak dia memberi respon padaku dengan menggeleng atau mengangguk, jadi aku bisa tahu. Dan jawabannya adalah "tidak".
"Apa dia sudah meninggal?". Tanyaku sedikit pelan agar tak membuatnya sedih.

Benar saja, dia tidak hanya bersedih tapi seperti terlihat marah padaku ketika dia melototiku dan mengerutkan dahinya.

"Iya, aku yang membuat dia mati!" Suara kakek itu membuat telingaku terasa sakit karena teriakannya. Tiba-tiba saja dia menangis tersedu-sedu seakan menunjukkan penyesalan. Jujur saja, tangisannya membuatku tak ingin lama-lama berdekatan dengannya karena aku takut ikut suasana hatinya.
Tepat di sampingku merendahkan badanku, ada satu lembar diantara lembar-lembar kertas yang berserakan di ruangan ini. Aku mengambilnya dan membacanya.

"Maafkan aku kak Ros, aku tak bermaksud membunuhmu. Aku sangat mencintaimu kak Ros. Jangan tinggalkan aku"

Itu adalah kata-kata yang tak ingin aku baca yang hanya akan membuat bulu kudukku berdiri. Aku mulai mengerti, ternyata dia adalah aku di masa depan. Dan aku adalah seorang pembunuh di masa depan. Dan aku adalah pembunuh kakakku. Aku menangis sejadi-jadinya pada saat itu juga.

Aku memaki kakek tua itu yang sama saja aku sedang memaki diriku sendiri.

"Kau pembunuh! Ya tuhan, kenapa kau lakukan ini pada kak Ros! Apa yang kau lakukan, brengsek!" Aku menangis, tapi aku menangisi kesalahanku di masa depan. Aku seorang pembunuh. Benar apa kata kakekku, ketika aku masuk ke dalam Dunia Ratapan, aku akan larut dalam kesedihan di dunia itu. Dan aku alami itu sekarang meskipun itu belum terjadi padaku saat ini.

"Kreeeeeek" suara dari pintu almari yang ada berada tepat di sebelah jendela itu. Di dalam sana ada pemandangan yang mengerikan untuk dilihat sekaligus aneh untuk dipahami. Sesosok mayat yang sama sekali tak aku kenali. Sosok mayat laki-laki yang terbujur kaku dengan pisau yang menancap pada perutnya.

By. Saimo Am-mattobi'i


Tidak ada komentar:

Posting Komentar