Gitar Tua Dan
Kakek Yang Lumpuh
Overture
Aku yakin bahwa sebuah kekuatan yang besar telah membawaku ke tempat seperti ini. Ke dunia yang kakek buyutku bilang itu adalah "Dunia Ratapan". Aku akan larut dalam kesedihan jika aku berada di sana.
Aku yakin bahwa sebuah kekuatan yang besar telah membawaku ke tempat seperti ini. Ke dunia yang kakek buyutku bilang itu adalah "Dunia Ratapan". Aku akan larut dalam kesedihan jika aku berada di sana.
Story
Malam itu
sekitar pukul 11.50 tepat, aku menulis sebuah cerita pendek yang biasanya aku
melakukannya tiap malam ketika aku terjaga dari tidurku. Kalau tidak, biasanya
aku bermain gitar dan bernyanyi semalaman bahkan terkadang aku melakukannya
hingga matahari mengintip dari balik jendela kamarku. Aku senang melakukannya,
karena menulis dan bermain gitar adalah hobiku dan hal yang sangat aku cintai.
"Teng
teng teng...." tepat pukul 12.00. Tapi bersamaan dengan bunyi dentang jam
itu berbunyi, aku merasakan bahwa malam ini benar-benar berbeda dengan
malam-malam sebelumnya. Udara di sekitarku terasa sangat kencang tapi sangat
hangat.
"Kak
Ros, kakak matiin ya AC'nya?" Tanyaku pada kakakku yang kebetulan hanya
kami berdua yang tinggal di rumah peninggalan almarhum kedua orang tua kami.
Karena tak ada
tanggapan dari kakakku yang memang aku pikir tak mungkin kakakku mendengar
perkataanku, aku pergi ke kamarnya. Benar saja, aku dapati dia sudah tidur
pulas di atas tempat tidurnya setelah aku membuka pintu kamarnya. Tapi bukan
itu masalahnya. Karena aku merasa udara di dalam rumah terasa panas atau hangat
lebih tepatnya. Aku kira AC di ruang tengah yang bersampingan dengan kamarku
itu mati. Tapi yang aku dapatkan adalah, AC itu tetap menyala. Hal yang
membuatku curiga adalah meskipun AC menyala, tak ada sensasi dingin dari udara
yang keluar dari bilik pintu AC tersebut. Aku mencoba untuk mencari remote AC
untuk menaikkan volume level AC tersebut.
"Wuuuiiissshhh"
suara aneh terdengar dari kamarku. Rasa penasaranku dengan suara itu membuatku
lupa bahwa ada hal yang harus aku lakukan. Mencari remote AC. Setapak demi
setapak aku langkahkan dengan sangat pelan. Pikirku mungkin ada seseorang masuk
kamarku untuk mencuri sesuatu di sana.
Aku mulai mengintip dari balik tembok di samping pintu kamarku. Tak satupun aku menemukan sosok seorang atau mungkin hewan seperti kucing atau apalah di sana. "Sukurlah" dalam hatiku dengan menghela nafas panjang untuk menghilangkan rasa tegang yang membuat jantungku berdetak tak karuan.
Saat semua
kembali normal dan aku merasa tak ada apapun, aku langkahkan kakiku menuju
kamarku. Sayangnya, langkah pertama yang aku lakukan itu adalah langkah untuk
sebuah perjalananku menuju dunia yang tak pernah kusangka akan terjadi padaku.
Sebuah ruang aneh yang sebelumnya adalah kamarku yang aku tinggal beberapa
menit lalu dan sempat masih aku lihat beberapa detik lalu telah terpampang di
depan kepala mataku sendiri.
Dunia Ratapan
Tak
kusangka, sebuah cerita dongeng dari kakek buyutku dulu yang aku anggap
hanyalah cerita sebelum tidur yang hanya akan membuatku mimpi buruk sekarang
telah menjadi sebuah kisah nyata yang melibatkan aku dalam cerita itu.
Aku membuka
mataku lebar-lebar seakan tak percaya aku mengalaminya. Aku melihat seorang
kakek yang duduk di atas kursi ayun tepat di sampingku berdiri. Ada sebuah
almari yang tertutup rapat di dekat jendela, di sampingnya, ada sebuah gitar
tua yang seperti sudah lama tak terpakai karena banyak jaring laba-laba yang
menempel pada senar gitar itu. Selain itu banyak kertas-kertas berceceran di
mana-mana. Aku mendekati kakek tua itu. Sekarang aku merendahkan badanku berada
tepat di depannya. Aku hanya melihat mata kakek itu tak lepas dari kaca jendela
yang ada di samping almari dan di depan kasur yang sudah kumuh itu. Dia terus
memandang jendela itu dan menganggap seakan-akan aku tak ada di depannya.
Matanya terus memandang jendela itu dan bibirnya komat-kamit seperti mengatakan
sesuatu. Aku mencoba mendengarkan dengan teliti apa yang dia katakan.
"Kapan
kamu datang kak?" Kata itu yang terus diucap secara berulang.
Aku mencoba
memahami apa yang dia maksudkan dengan mengatakan kata-kata itu terus menerus.
Semakin aku memikirkan kata-kata itu, aku semakin bingung. Yang terbesit dalam
pikiranku adalah "mungkin dia sedang menunggu kakaknya yang sedang pergi
untuk mencari bahan masak untuknya malam ini". Aku mencoba bertanya pada
kakek tua itu, "apakah kakakmu pergi ke pasar untuk membelikanmu
makanan?". Kakek tua itu hanya menggeleng dan terus mengatakan kata-kata
yang sama.
"Apakah
kakakmu sudah tak mau mengunjungimu lagi" tanyaku mencoba memancingnya
untuk memberi jawaban. Paling tidak dia memberi respon padaku dengan menggeleng
atau mengangguk, jadi aku bisa tahu. Dan jawabannya adalah "tidak".
"Apa dia sudah meninggal?". Tanyaku
sedikit pelan agar tak membuatnya sedih.
Benar saja,
dia tidak hanya bersedih tapi seperti terlihat marah padaku ketika dia
melototiku dan mengerutkan dahinya.
"Iya,
aku yang membuat dia mati!" Suara kakek itu membuat telingaku terasa sakit
karena teriakannya. Tiba-tiba saja dia menangis tersedu-sedu seakan menunjukkan
penyesalan. Jujur saja, tangisannya membuatku tak ingin lama-lama berdekatan
dengannya karena aku takut ikut suasana hatinya.
Tepat di sampingku merendahkan badanku, ada
satu lembar diantara lembar-lembar kertas yang berserakan di ruangan ini. Aku
mengambilnya dan membacanya.
"Maafkan aku kak Ros, aku tak bermaksud membunuhmu.
Aku sangat mencintaimu kak Ros. Jangan tinggalkan aku"
Itu adalah
kata-kata yang tak ingin aku baca yang hanya akan membuat bulu kudukku berdiri.
Aku mulai mengerti, ternyata dia adalah aku di masa depan. Dan aku adalah
seorang pembunuh di masa depan. Dan aku adalah pembunuh kakakku. Aku menangis
sejadi-jadinya pada saat itu juga.
Aku memaki
kakek tua itu yang sama saja aku sedang memaki diriku sendiri.
"Kau
pembunuh! Ya tuhan, kenapa kau lakukan ini pada kak Ros! Apa yang kau lakukan,
brengsek!" Aku menangis, tapi aku menangisi kesalahanku di masa depan. Aku
seorang pembunuh. Benar apa kata kakekku, ketika aku masuk ke dalam Dunia
Ratapan, aku akan larut dalam kesedihan di dunia itu. Dan aku alami itu
sekarang meskipun itu belum terjadi padaku saat ini.
"Kreeeeeek"
suara dari pintu almari yang ada berada tepat di sebelah jendela itu. Di dalam
sana ada pemandangan yang mengerikan untuk dilihat sekaligus aneh untuk
dipahami. Sesosok mayat yang sama sekali tak aku kenali. Sosok mayat laki-laki
yang terbujur kaku dengan pisau yang menancap pada perutnya.
By. Saimo
Am-mattobi'i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar