Minggu, 07 Juli 2019

Tinta dan Dunia Mimpi


Kututup mataku sekuat-kuatnya karena aku sudah tak ingin membiarkan air mataku terus jatuh. Dadaku terasa sesak dan hatiku terasa kecil. Sudah puluhan kali aku menipu diriku bahwa mimpiku pasti terwujud. Satu tahun lalu, seorang wanita berkata padaku

"Apapun doamu untuk kita, aku aminkan dengan sepenuh hatiku"

Kini, dia hanya berkata "Maaf karena aku telah memilih. Semoga kamu dapat penggantiku suatu saat nanti yang lebih baik dariku"

Sudah berapa kali aku seperti ini. Dan pada akhirnya aku tetap berkata, "Iya, aku percaya suatu saat aku akan menemukan seseorang yang ingin bersamaku"

Setiap hari aku harus dipaksa untuk merelakan sebuah cerita yang tak ingin kuberada di akhir halaman itu. Aku terus berdoa dan aku masih tetap percaya bahwa doa itu suatu saat akan dijawab Tuhan.

Aku terus-menerus menulis cerita dengan akhir yang bahagia, tapi aku sendiri tak bisa menciptakan akhir cerita yang bahagia untukku sendiri.

Setiap hari pula aku meyakinkan Tuhan bahwa aku tak akan mencintai manusia sebesar cintaku pada-Nya. Bahkan aku meminta Tuhan untuk menghilangkan cinta terhadap manusia, agar yang tersisa hanyalah cinta kepada Tuhan saja. Namun Tuhan tetap tak mau menjawabnya.

Aku terus-menerus memikirkan harapan yang dihancurkan Tuhan untukku. Tapi aku tetap percaya bahwa Tuhan pasti memberi cerita yang indah untukku. Pikirku.

Aku terdiam di atas kasur yang penuh dengan sampah karena aku tak keluar dari kamarku selama dua minggu.

"Nak, ayo makan. Kamu belum makan seharian lo. Nanti ku jatuh sakit lagi kaya kemarin" suara ibuku dari balik pintu kamarku.

"Iya bu, aku masih belum lapar kok. Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku dulu" jawabku.

"Yaudah nanti kalau kamu ingin makan, ibu taruh lauknya di lemari. Kamu ambil aja ya. Soalnya hari ini ibu mau pergi ke luar kota sama ayah." Kata ibuku

"Iya bu, hati-hati di jalan ya bu." Jawabku padanya meskipun aku sebenarnya tak ingin ibuku pergi meninggalkan aku di sini.

Aku ingin ditemani ibuku, aku ingin menceritakan kesusahan yang saat ini menggelayutiku. Namun beberapa saat setelah aku menjawab perkataan ibu, terasa sepi di dalam rumah, bahkan hanya terdengar suara televisi yang lupa ibu matikan.

"Aku ingin tidur seharian atau mungkin berhari-hari sampai ibu pulang, agar aku tak memikirkan ini terus" dalam hatiku.

Tiba-tiba ada sesuatu yang muncul dalam otakku. Ada cerita percintaan yang indah untuk aku tulis saat ini. Kemudian, aku bergegas beranjak dari atas kasurku dan mulailah aku menulis cerita itu kata demi kata. Namun sebelum aku menyelesaikan cerita itu, tiba-tiba aku mengantuk dan tertidur di atas kertas dan pena untuk menulis ceritaku.

Sebuah cerita dalam impian

Aku duduk di bawah pohon yang berada di sebuah tanah yang penuh dengan rumput hijau. Tanah itu berada di atas tebing yang di bawahnya terhampar sebuah laut yang sangat biru airnya. Aku menatap laut itu dan sesekali memandang awan yang sedang menutupi mentari di atas langit. Di sekeliling awan, langitnya begitu cerah dan menenangkan. Lalu, perlahan aku menutup mataku dan berbicara dalam hati

"Tuhan, seandainya dalam hatiku ada pemandangan seperti ini. Aku pasti tak akan merasa kesepian dan kalut"

Tiba-tiba ada suara dari kejauhan. Tak begitu jauh namun suaranya sedikit lirih terdengar di telingaku.

"Semua pemandangan ini sebenarnya telah ada dalam hatimu, Rendi" suara wanita yang sangat lembut terdengar di telingaku.

Aku membuka mataku dan menoleh ke arah sumber suara itu. Aku melihat sebuah pemandangan yang jauh lebih indah daripada pemandangan yang aku lihat sebelum ini. Seorang wanita yang memakai baju berwarna putih bersih dan memakai perhiasan yang terbuat dari emas. Rambutnya panjang terurai sampai ke punggungnya dan kulitnya begitu putih. Bibirnya tipis dan berwarna merah muda, alisnya sangat hitam dan matanya begitu cokelat kehijauan. Begitu cantik, sampai aku tak mau mengedipkan mataku sedetikpun.

Lalu, dia berjalan ke arahku sambil memberi senyum kepadaku. Aku sulit membuka mataku dan dadaku terasa begitu sakit karena jantungku berdetak begitu kencang.

Sekarang dia berada di sampingku, sangat dekat sampai lengan kami berdua bersentuhan. Wajahku dan mataku tetap tak berhenti untuk terus menatapnya. Aku begitu terpaku pada keadaan ini.

"Tak lelahkah kamu terus memandangku seperti itu?" Kata wanita itu yang sebelumnya juga memandang laut seperti yang aku lakukan beberapa menit lalu dan sekarang dia mengarahkan wajahnya kepadaku sambil tersenyum.

Aku berhenti sejenak dan menghempaskan wajahku ke arah laut dengan cepat karena malu.

"Maaf"

Hanya itu kata yang terucap dari bibirku. Dan aku terdiam namun tetap mencuri-curi kesempatan untuk memandang wajah wanita itu.

"Kamu pasti bertanya-tanya dalam hatimu tentang siapa diriku. Iya kan?"

"Iya"

"Sebenarnya, aku adalah wanita yang selalu berdoa kepada Tuhan untukmu, agar kamu tetap menjaga hatimu untukku sebelum perjumpaan kita. Aku yang meminta Tuhan supaya kamu merasakan rindu terhadapku. Agar ketika kita bertemu nanti, kita akan saling melepas rindu dengan sendu."

Aku terdiam dan tak berbicara sedikitpun. Aku hanya menatap pemandangan di depanku dan mengusir rasa kagumku pada wanita itu saat itu juga. Ada seribu kata yang sebelum aku berada di dunia mimpi ini ingin aku utarakan. Namun, aku tak mempunyai kesempatan untuk itu.

"Apa yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu tak mempunyai rindu padaku?" Kata wanita itu sambil mengamatiku yang sedang mengernyitkan kulit wajahku.

"Apa kamu tak menyukai pertemuan kita ini?" Kata wanita itu lagi.

"Tidak!!"

Wanita itu terdiam namun tetap memandangku dengan wajahnya yang begitu terkejut mendengar kataku barusan.

"Bahkan hanya kata rindu itu yang ingin kamu tanyakan, aku jauh lebih memiliki banyak rasa yang ingin aku simpan selama ini untukmu!"

"Apa kamu membenciku?"

"Sangat membencimu!"

"Kenapa? Apa aku mempunyai doa yang salah untukmu?"

"Iya, bahkan ada satu doa yang lupa kamu pinta kepada Tuhan!"

"Apa itu?"

"Kamu lupa untuk meminta Tuhan menyegerakan pertemuan kita! Apa kamu tak pernah berpikir, bahwa aku sedang tersiksa saat ini karena aku selalu berharap agar lukaku segera disembuhkan. Luka karena rinduku terhadap seseorang yang bahkan saat ini aku tak tahu siapa orang yang aku rindukan itu! Ini benar-benar menyakitkan untukku. Apa kamu tak peduli itu?! Bahkan aku tak pernah meminta Tuhan untuk membuatmu rindu padaku, karena aku tahu bahwa rindu adalah sesuatu yang sangat menyakitkan apalagi membuat rindu kepada seseorang yang belum tahu siapa yang akan dirindukannya dan kapan dia akan bertemu dengannya! Ini begitu menyakitkan sangat menyakitkan!"

Air mataku tak berhenti menetes saat aku mengatakan hal itu. Paling tidak, dia tahu apa yang sedang menyiksaku sekarang. Meskipun aku tahu bahwa aku berada di dunia mimpi.

Namun, saat aku belum selesai menceritakan semua keluh kesahku pada wanita itu dan menanyakan namanya, tiba-tiba aku terbangun dari tidurku dan kertas yang aku gunakan untuk alas tidurku basah karena air mataku yang ikut keluar sampai di dunia nyata.

"Ya Tuhan, ceritaku. Padahal aku belum menyelesaikan ceritaku." Kataku mengeluh.

Aku sesegera mungkin menyalin ceritaku yang belum rampung di kertas yang aku ambil di dalam rak bukuku sebelum tinta yang menempel di kertasku yang basah lebur.

Dan mulailah aku menyalin cerita itu di kertasku yang baru. Sampai pada paragraf terakhir ceritaku. Aku menemukan kalimat yang aku sendiri yakin bahwa bukan aku yang menulisnya.

"Maafkan aku, aku tak bermaksud menyiksamu karena doaku, aku akan memperbaiki doaku dan menambahkan doaku seperti yang kamu minta; Aku akan meminta Tuhan menyegerakan pertemuan kita."

By. Saimo Am-Mattobi'i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar