Kamis, 30 Agustus 2018

Warda


Entahlah, semenjak kematianku yang amat tragis itu aku sedikit merasa ada yang mengusik pikiranku. Sepertinya masih ada sesuatu yang aku tinggalkan sebelum kepergianku dari dunia. Memang, aku sudah merencanakan kepergianku ini dengan matang. Tak seorangpun tahu apa yang menjadi alasanku untuk melekukan semua ini, yang jelas aku sudah terbebas dari semua penat yang aku rasakan di dunia. Sayangnya, ibuku tak mengetahui bahwa aku akan meninggalkan dia secepat ini. Mungkin itu yang menjadi alasan yang mengusikku. Untungnya, aku sudah memberitahu dia bahwa aku akan merelakan kehidupanku untuk sebuah kemuliaan.

Sebentar lagi sore, teman-temanku tak kunjung datang untuk menguburkanku. Padahal, mereka berjanji akan selalu berada di sampingku untuk menemani. Tapi akupun tak begitu peduli, toh aku sudah merasakan kebahagiaan yang amat.

"Andi? apakah engkau sudah siap?" Suara yang aku kira berasal dari bibir teman-temanku. Dia sang penjemput.

"Kenapa lama kau datang? bukankah aku sudah menunggumu sejak tadi?" kataku menggerutu

"Maafkan aku, ada hal yang perlu aku persiapkan untuk menyambut kedatanganmu. Ada seseorang yang ingin sekali bertemu denganmu"

"Siapa? apakah dia..."

"iya, tentu saja. Bukankah berita itu sudah kau dengar bahkan sebelum kau sampai di sini"

"Beritahu aku, Di mana dia sekarang?"

"Sebentar dulu, biarkan teman-temanku menguburkan tubuhmu yang sudah kaku itu"

"Biarkan saja dia, nanti juga teman-temanku datang untuk menguburkannya"

"Sayangnya, teman-temanmu tak akan datang. Mereka juga sepertimu. Mati. Untuk itu, biarkan kami menguburkannya sebelum kita pergi"

"Baiklah, Terserah kau saja"

Mereka di mataku layaknya seperti manusia, memandikan tubuhku dan juga menguburkanku. Tapi aku sebenarnya tak peduli dengan semua itu. Katanya, Tubuh yang kaku akibat perang tak akan membusuk. Tapi aku harus mengikuti aturan Tuhan meskipun aku tak tahu arti dari semua itu.

"Semuanya sudah selesai. Ayo"

"Ayo"

Aku diturunkan di sebuah taman bunga yang sangat harum baunya. Banyak suara-suara yang menenangkan hatiku saat ini. Pandanganku tak pernah terlepas pada kemegahan sang surga. Tapi ini bukan surga, melainkan dunia langit. Tempat para pahlawan singgah untuk melepaskan keletihannya.

Mataku tiba-tiba tertuju pada sebuah bangunan yang terbuat dari emas dan berlian, Kumasuki bangunan itu tanpa merasa cemas ada orang yang meneriaki. Ini dunia kematian, tak ada aturan dan juga larangan. Pikirku. Di dalam, aku bertemu dengan seorang wanita yang amat cantik. Cantik bahkan belum pernah ada wanita secantik dia. Aku berpikir, dia orang yang aku cari selama ini.

"Apakah kau dia, yang diberitakan padaku semasa aku hidup?" tanyaku padanya dengan sedikit malu.

"Bukan, Aku hanyalah penjaga tempat ini. Orang yang kau cari adalah pemimpin kami, kecantikannya melebihi paras wajahku. Temui dia di tempat itu" menunjukkan aku tempat yang seharusnya aku cari.

Aku heran, wajah secantik itu bukan yang selama ini aku cari. Bahkan kalau wanita itu hidup di dunia, pasti dia akan menjadi wanita tercantik di sana. Pikirku. Nyatanya, akupun terkagum-kagum dengan wanita yang saat ini aku temui. Di bangunan yang terbuat dari zamrud. Di sana, ada seorang wanita yang duduk dengan indah. Kecantikannya bahkan berkali-kali lipat ketimbang wanita yang aku temui di tempat tadi.

"Aku bukan orang yang kau cari. Aku hanyalah penjaganya"

Aku masih terheran-heran dengan semua ini. Kecantikan wanita itu belum ada apa-apanya dengan wanita yang aku cari. Aku menjadi lebih penasaran dengan semua yang terjadi padaku saat ini. Bahkan, rasa sakit setelah kematiankupun tak dapat terasa lagi dalam kulit dan sekujur tubuhku karena ini. Aku bahagia tapi aku juga belum mengerti apa arti semua ini.

"Dia berada di sebuah istana yang sangat besar di tempat ini. Dia wanita pemalu, dia tak mau bertemu dengan siapapun selain engkau. Dia selalu memperhatikanmu dan tersenyum kepadamu ketika kau masih hidup di dunia. Tak ada yang bisa menandingi senyuman indah itu di sini. Bahkan para bidadaripun akan jatuh tersungkur ketika melihat senyumannya. Dia tak pernah sedikitpun tersentuh oleh makhluk apapun di dunia ini, bahkan oleh tangan-tangan kami. Dia hanya ingin disentuh olehmu saja."

Aku tak dapat menunggu lagi untuk segera bertemu dengannya. Wanita yang ternyata menungguku sejak lama. Hatiku bahagia, tak dapat terbendung air yang ingin keluar dari mataku akan kenikmatan dan kebahagiaan yang Tuhan berikan padaku. Aku berlari sekencang-kencangnya menuju singgasananya. Aku membuka pintu yang terbuat dari emas dan zamrud itu tanpa merasakan berat. Di sana, sudah banyak wanita-wanita yang ternyata sedari tadi menungguku. mereka mengantarkanku ke sebuah taman kecil dalam istana dengan kolam yang berisi ikan yang aku tak tahu ikan apa itu, yang jelas ikan-ikan itu terlihat indah dan tak pernah ku temui di alam dunia. Dia sedang duduk di atas dipan yang tertutup tirai berwarna hijau, terbuat dari sutra yang amat lembut.

"Warda?" kupanggil dia seperti itu, karena nama itu yang tiba-tiba muncul di dalam otakku.

Dia membalikkan badannya yang sedari tadi membelakangiku untuk memandangi langit di depannya. Tiba-tiba dia berlari kepadaku, memelukku dengan erat dengan air yang sangat deras keluar dari matanya.

"Ternyata kamu datang juga. Aku sudah menunggumu sejak lama"

Entah kenapa, kami seperti sudah kenal sejak lama, rasa rindu yang sangat amat tiba-tiba menusuk hatiku. Rasa haru tak henti-hentinya mengkhidmatkan pelukan kami berdua. Sangat lama dia memelukku, seakan tak mau untuk melepaskan ikatannya yang kuat pada tubuhku.

Air mata yang jatuh dari matanya, berubah menjadi mutiara yang sangat cantik. Tapi tak berharga lagi keindahan mutiara-mutiara itu di dunia ini, semua terlihat biasa di mataku. Saat ini. Di sini, tak ada lagi uang, tak ada lagi kekayaan. Yang ada hanyalah kenikmatan.

"Aku selalu menunggumu, mengawasi setiap gerak langkahmu. Terkadang aku cemburu denganmu, Kamu mencintai wanita lain di dunia itu. Kamu tak tahu kesungguhan hatiku mencintaimu. Aku tak akan mungkin menyakiti hatimu seperti wanita-wanita itu lakukan padamu. Aku yang selalu membisikkan cinta padamu saat kamu merasa hancur. Aku lebih rela melihatmu sakit hati karena aku yang akan terus mengobatimu. Hanya ada aku yang akan terus setia menunggumu. Aku akan menangis jika kamu berpaling dariku, yaitu ketika kamu mencoba untuk mengacuhkan Tuhan dan juga mengabaikan keinginan-Nya. Untunglah kamu bisa sampai sini. Aku bahagia" Katamu dengan air mata yang terus keluar deras di atas pipimu.

Aku juga bahagia, karena Tuhan memberikan kesempatan terkahir padaku untuk menjadi bagian dari dirimu. Maafkan aku atas kelalaianku pada cintamu, tentu saja berasal dari cinta Tuhan. Jalanku sedikit berbelok, tapi aku berhasil. aku senang. Kini aku telah melupakan dunia, dunia yang penuh dengan kepalsuan. Surga tak akan ada habisnya untuk terus diagungkan. Itu semua adalah nikmat dari Tuhan yang Maha Penyayang. Cinta kita akan kekal; Cinta yang tak akan pernah habis. Warda, Bidadariku.


~Terinspirasi dari Kisah Ainul Mardiah (Istri Para Mujahid Di Surga)~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar